Kategori : Seni Pertunjukan
Elemen Budaya : Seni Pertunjukan
Provinsi : DKI Jakarta
Asal Daerah : Jakarta
Sebuah
orkes tradisional Betawi yang merupakan orkes perpaduan antara gamelan,
musik Barat dengan nada dasar pentatonis bercorak Cina. Orkes ini
memang erat hubungannya dengan masyarakat Cina Betawi, terutama Cina
peranakan dan populer di tahun 1930-an. Instrumen gamelan pada gambang
kromong terdiri dari: gambang kayu, seperangkat bonang lima nada yang
disebut kromong, dua buah alat gesek seperti rebab, dengan resonator
terbuat dari tempurung kelapa mini disebut ohyan dan gihyan, suling
laras diatonik yang ditiup melintang, kenong dan gendang. Sedangkan
instrumen musik dari Barat meliputi terompet, gitar, biola, dan
saksofon.
Sekitar tahun 1937 orkes-orkes gambang kromong mencapai
puncak popularitasnya, salah satu yang terkenal Gambang Kromong Ngo
Hong Lao, dengan pemainnya terdiri dari orang-orang Cina semua.
Alat-alat musik dalam orkestra tersebut dianggap paling lengkap, terdiri
dari alat-alat seperti berikut: sebuah gambang kayu; seperangkat
kromong; empat buah rebab Cina yang berbeda-beda ukurannya; alat petik
berdawai disebut Sam Hian; sebuah bangsing bambu; dua buah alat jenis
cengceng disebut ningnong; sepasang Pan, yakni dua potong kayu yang
saling dilagakan untuk memberi maat (tempo). Tangga nada yang
dipergunakan, bukanlah slendro seperti laras gamelan Jawa, Sunda atau
Bali, melainkan modus khas Cina, yang di negeri asalnya dahulu bernama
tangga nada Tshi Che; seperti yang di dengar pada gambang.Susunan
belanga-belanga kromongnya adalah sebagai berikut :(A) (G) (E) (D)
(C)(D) (E) (C) (G) (A)
Adapun yang disebut "rebab cina", yang
berukuran paling besar dinamakan su kong, sesuai dengan laras
dawai-dawainya, yang meniru nada su dan nada kong. Rebab dengan ukuran
menengah disebut hoo siang, karena dawai-dawainya dilaras menurut nada
hoo dan nada siang. Rebab yang paling kecil dinamakan kong a hian,
sesuai dengan larasnya meniru bunyi nada-nada Cina. Rebab yang punya
ukuran sedikit lebih besar dari kong a hian, ialah yang bernama tee
hian, yang larasnya serupa dengan laras kong a hian.
Sam Hian
adalah alat berdawai yang dimainkan dengan cara dipetik seperti
memainkan gitar; dan alat itu memainkan jalur melodi (nuclear melody)
dalam orkes tersebut. Ketiga dawainya dilaras dengan nama nada dengan
notasi demikian, apabila orkes Gambang Kromong memainkan lagu-lagu khas
Cina yang disebut Pat fem, maka dipergunakan pula tambahan alat tiup
berupa serunai, yakni dai sosa dan cai di (siao sona). Pada waktu
pertama kali muncul di Betawi, orkes ini hanya bernama gambang. Sejak
awal abad ke-20, mulai menggunakan instrumen tambahan, yaitu bonang atau
kromong, sehingga orkes ini dinamakan Gambang Kromong. Pada masa itu
hampir setiap daerah di Betawi memiliki orkes Gambang Kromong, bahkan
tersebar sampai daerah Jatinegara, Karawang, Bekasi, Cibinong, Bogar,
Sukabumi, Tangerang, dan Serang.
Bagi orang Cina kaya,
tauke-tauke atau babah-babah pada masa "Batavia Centrum", sudah
merupakan adat dan tradisi, untuk memeriahkan bermacam ragam pesta dan
perayaan mereka, dengan memanggil perkumpulan gambang kromong untuk
bermain. Misalnya pesta perkawinan, rasanya tidak sempurna kalau belum
memanggil orkes seperti itu ke dalam pesta. Musik dan nyanyian dengan
iringan gambang kromong, sudah lazim pula dirasakan belum cukup asam
garamnya, kalau belum disertai minum arak, brendi atau alkohol. Pemain
musiknya terdiri dari orang Betawi asli atau Cina.
Di dalam
perayaan tradisional bangsa Cina, yaitu Cap Go Meh tidak lupa
dimeriahkan dengan Gambang Kromong. Repertoar Gambang Kromong yang
sangat dikenal oleh masyarakat penontonnya, antara lain: Pecah Piring,
Duri Rembang, Temenggung Menulis, Go Nio Rindu, Thio Kong len, Engko si
Baba, dan lain-lain. Selain itu gambang kromong, biasanya disertai pula
dengan lakon-lakon, seperti: Si Pitung, Pitung Rampok Betawi, Bonceng
Kawan, Angkri Digantung, dan lain-lain.
Adapun lagu Gambang Kromong
yang terkenal adalah Jali-Jali. Sedangkan lagu jenis Nina Bobok
kebanggaan Gambang Kromong, berJudul indung-indung. Orkes ini memiliki
repertoar asli dalam bahasa Cina, yang disebut sebagai lagu-lagu Phobin.
Karena para penyanyinya kebanyakan terdiri dari wanita-wanita pribumi,
maka repertoar Phobin tidak dinyanyikan, melainkan dimainkan sebagai
"gending" (instrumental). Hal itu, bukan karena komposisi-komposisi
tersebut memang bersifat gending, karena banyak di antaranya yang
benar-benar merupakan "Lied" atau lagu untuk nyanyian vokal. Di antara
lagu-lagu pobin ialah: Soe Say Hwee Bin (Joo Su Say sudah kembali), Kim
Hoa Tjoen (bunga Kim Hoa berkembang), Pek Bouw Tan (bunga Bow Tan nan
putih), Kong Djie Lok, Djien Kwie Hwee (pulang kembalinya pahlawan
bernama Siek Jin Kwie).
Pada zaman dahulu, masa Hindia Belanda
orkes-orkes Gambang Kromong yang bersifat Cina-Indonesia itu, seringkali
tidak mempunyai biduanita-biduanita yang dapat menyanyikan
Po-bin-po-bin dalam bahasa Cina. Karena itulah lagu itu dimainkan secara
instrumental saja, padahal sebagian besar harus dinyanyikan, karena
merupakan melodi-melodi vokal. Lagu-lagu berbahasa Indonesia yang
dimainkan oleh orkes Gambang Kromong ialah lagu memuja bunga serta
tokoh, misalnya Pecah-Piring, Duri Rembang, Temenggung Menulis, Co Nio
Rindu, Tion Kong In, Engko si Baba, dan selain itu cerita mengenai
peristiwa lampau, umpamanya Bonceng Kawan, cerita Pitung Rampok Betawi,
cerita Angkri Digantung di Betawi. Adapun salah satu lagu pengantar
tidur yang populer masa itu adalah indung-indung.
Gambang Kromong
sebagai sekumpulan alat musik perpaduan yang harmonis antara unsur
pribumi dengan unsur Cina. Orkes Gambang Kromong tidak terlepas dari
jasa Nie Hoe Kong, seorang pemusik dan pemimpin golongan Cina pada
pertengahan abad XVIII di Jakarta. Atas prakarsanyalah, penggabungan
alat-alat musik yang biasa terdapat dalam gamelan (pelog dan selendro)
digabungkan dengan alat-alat musik yang berasal dari Tiongkok. Pada
masa-masa lalu, orkes Gambang Kromong hanya dimiliki oleh babah-babah
peranakan yang tinggal di sekitar Tangerang, Bekasi, dan Jakarta. Di
samping untuk mengiringi lagu, Gambang Kromong biasa dipergunakan untuk
pengiring tari pergaulan yakni tari Cokek, tari pertunjukan kreasi baru
dan teater Lenong.
Gambang Kromong selama ini dianggap sebagai
musik asli Betawi, tetapi sebenarnya merupakan percampuran yang kuat
dengan musik China yang diperkenalkan oleh masyarakat China Benteng yang
sampai sekarang masih bermukim di belakang Bandar Udara Soekarno-Hatta,
Cengkareng, Provinsi Banten.
China Benteng adalah sebutan
populer bagi kaum Tionghoa peranakan (kiaw seng), yaitu keturunan hasil
pencampuran antara laki-laki China (sin kheh) dengan perempuan (nyai) di
wilayah Teluk Naga, Tangerang, Banten. Percampuran itu membuat warna
kulit warga China Benteng berbeda dengan warga Tionghoa pada umumnya.
Mata mereka sipit, tetapi warna kulitnya sawo matang.
Selain itu,
berbeda dengan beberapa masyarakat Tionghoa lainnya yang mampu
berbahasa Hokkian, masyarakat China Benteng pada umumnya hanya mampu
berbahasa Melayu. Barangkali para nyai lebih suka mengajari anak-anak
mereka dengan bahasa setempat ketimbang menyerahkan pada latar belakang
suami.
Kebudayaannya yang lahir dari proses akulturasi—
percampuran tradisi budaya negeri China dengan budaya setempat—inilah
yang membuat keunikan masyarakat China Benteng. Salah satunya tampak
pada musik gambang kromong yang sangat populer di daerah ini.
Gambang Kromong
Jika
musik-musik populer mencoba membangun budaya yang pop dan ideal bagi
masyarakat, musik gambang kromong mengungkapkan perjalanan budaya lokal
dengan keunikan yang terdapat di dalamnya. Gambang kromong yang identik
dengan warga China Benteng merupakan hasil perpaduan antara musik asli
Betawi dan alat-alat musik Tionghoa, bahkan terkadang dengan alat musik
Eropa.
Saat ini, gambang kromong dimiliki oleh dua kelompok
masyarakat, yaitu masyarakat peranakan Tionghoa (hasil perkawinan campur
antara Tionghoa dan pribumi) dan masyarakat Betawi. Masyarakat
peranakan Tionghoa ataupun Betawi umumnya bertempat tinggal di daerah
yang sama serta sama-sama menggunakan bahasa Melayu berdialek Betawi.
Sementara
itu, istilah gambang kromong diambil dari dua alat musik Indonesia,
yaitu sebuah silofon (gambang) dengan 18 bilah nada yang dilaras secara
pentatonis sepanjang tiga setengah oktaf dan sepuluh buah gongkettle
kecil (kromong) yang dilaras secara pentatonis sepanjang dua oktaf.
Sumber : http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/637/Gambang-Kromong